Minggu, 10 Oktober 2010

ETOS KERJA PT BATIK DANAR HADI

Etika Bisnis

Meski kini telah memasuki abad industri, batik tetaplah berakar pada seni tradisional yang adiluhung sehingga elemen kreativitas setiap individu - dalam hal ini pengrajin batik - menentukan kualitas tiap-tiap helainya. Sejak awal, Batik Danar Hadi menyadari pentingnya membangun suatu etos kerja yang profesional agar dapat konsisten melahirkan karya batik yang unggul. Memberikan yang tebaik itulah frase paling tepat untuk mengambarkan sikap tiap insan yang terlibat dalam segenap jajaran kegiatan Batik Danar Hadi. Dari garis terdepan yang berhadapan langsung dengan konsumen sampai garis belakang yang merencanakan produksi di atas lembar-lembar desai dari jajaran pelaksana paling bawah di ujung-ujung ranting kegiatan sampai jajaran pengambil keputusan yang paling tinggi di kantor pusat.

Memberikan yang terbaik bagi dunia batik bukanlah sebuah jargon semata, sikap mental ini sudah menjadi jalan hidup sejak karya hasta ini masih berada di palungan seni budayanya ratusan tahun yang lampau. Batik sangat terkait dengan mutu, bahwa sudah terintegrasi ke dalam sejak para saudagar yang merangkap peran sebagai produsen batik menghidangkan karya seni itu dalam tata gelar yang khas. DIbuka lembar demi lembar, diteliti dan diselisik mulai dari motif, garis rancang, latar, isen dan ukel, sampai kepada ragam rona dan kepekatannya hingga ke lapisan kain.

Dalam nafas, tradisi, dan semangat itulah Batik Danar Hadi beranjak, bergerak, serta berkembang. Dan sejalan dengan bergaulnya waktu, elemen positif tersebut telah merasuk menjadi suatu sikap teguh dalam berkarya pada setiap jajaran. Sebuah budaya berusaha yang dengan amat mudah telah ditransformasikan dalam manajemen modern sebagai Kebijakan Mutu Batik Danar Hadi. Semua usaha ini dijalani agar selalu terdepan dalam mengembangkan mutu, komposisi warna dan desain produk yang didukung oleh sumber daya manusia yang terampil dan berwawasan kebudayaan.

http://danarhadibatik.com/etos.php

Minggu, 03 Oktober 2010

ETOS KERJA

Etika Bisnis

Etos sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti adat dan kebiasaan. Menurut Jansen Sinamo, maka etos merupakan kunci dan fondasi keberhasilan suatu masyarakat atau bangsa diterima secara aklamasi. Selain itu, etos merupakan syarat utama bagi semua upaya peningkatan kualitas tenaga kerja atau SDM, baik pada level individual, organisasional, maupun sosial. Selain itu, metode pembangunan integritas bangsa harus dilakukan secara fokus dan serius, membawa misi perbaikan dalam proses berkesinambungan, serta keterlibatan total dari seluruh elemen masyarakat Indonesia.

Kerja sebagai kehormatan, dan karenanya kita wajib menjaga kehormatan itu dengan menampilkan kinerja yang unggul (excellent performance). Kehormatan itu berakar pada kualitas dan keunggulan. Misalnya, Singapura, meskipun negeri kecil dari segi ukuran, tetapi tinggi dari segi mutu birokrasi, nyaris bebas KKN, dan unggul di bidang SDM dan pelayanan sehingga memperoleh status terhormat dalam percaturan bangsa-bangsa.

Yang utama adalah keunggulan budi dan keunggulan karakter yang menghasilkan kerja dan kinerja yang unggul pula. Tentunya, keunggulan tersebut berasal dari buah ketekunan seorang manusia Mahakarya. Kemampuan menghayati pekerjaan menjadi sangat penting sebagai upaya menciptakan keunggulan. Intinya, bahwa saat kita melakukan suatu pekerjaan maka hakikatnya kita sedang melakukan suatu proses pelayanan. Menghayati pekerjaan sebagai pelayanan memerlukan kemampuan transendensi yang bersifat melampaui ruang gerak manusia yang kecil.

PENGEMBANGAN ETOS KERJA
Saat kita berbicara mengenai sebuah lembaga pendidikan maka di dalamnya harus terdapat kurikulum yang paradigmatik, guru yang amanah dan memiliki kompetensi di bidangnya, proses belajar mengajar, lingkungan dan budaya kampus. Selain itu, terdapat ruang interaksi dan sinergi dengan keluarga dan masyarakat. Adanya interaksi dan sinergi ini diharapkan dapat menciptakan manusia Indonesia yang dirindukan pada abad mendatang, yaitu manusia yang memiliki kualitas SDM-nya serta mentalitasnya.

Jika dimensi ini benar-benar tercipta sudah barang tentu ia sudah siap menghadapi bahkan siap sebagai pelaku di era teknologi itu karena salah satu agenda penting bagi bangsa kita di abad 21 adalah mengusahakan agar kualitas tenaga kerja kita menjadi tenaga kerja bersaing dengan kemapanannya. Sumber daya manusia bangsa ini perlu dikembangkan hingga mencapai kualitas yang setara dengan bangsa-bangsa yang telah maju terlebih dahulu dibandingkan Indonesia. Hal ini semakin penting, karena selain masalah ekonomi yang menjadi penyakit akut di Indonesia, sesungguhnya kualitas SDM menjadi titik kritis sentral dalam proses tata kemajuan peradaban suatu bangsa secara luas baik dilihat secara politik, teknologi, kultural, maupun manajerial.

Studi-studi sosiologi dan manajemen dalam beberapa dekade belakangan bermuara pada satu kesimpulan yang mengaitkan antara etos kerja manusia (ataukomunitas) dengan keberhasilannya: bahwa keberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ditentukan oleh sikap, perilaku dan nilai-nilai yang diadopsi individu-individu manusia di dalam komunitas atau konteks sosialnya.

Melalui pengamatan terhadap karakteristik masyarakat di bangsa-bangsa yang mereka pandang unggul, para peneliti menyusun daftar tentang ciri-ciri etos kerja yang penting. Misalnya etos kerja Bushido dinilai sebagai faktor penting dibalik kesuksesan ekonomi Jepang di kancah dunia. etos kerja Bushido ini mencuatkan tujuh prinsip, yakni:

1. Gi - keputusan yang benar diambil dengan sikap yang benar berdasarkan kebenaran; jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, sebab kematian yang demikian adalah kematian yang terhormat:
2. Yu - berani dan bersikap kesatria:
3. Jin - murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama:
4. Re - bersikap santun, bertindak benar:
5. Makoto - bersikap tulus yang setulus-tulusnya, bersikap sungguh dengan sesungguh-sungguhnya dan tanpa pamrih:
6. Melyo - menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan, serta
7. Chugo - mengabdi dan loyal.

Begitu pula keunggulan bangsa Jerman, menurut para sosiolog, terkait erat dengan etos
kerja Protestan, yang mengedepankan enam prinsip, yakni:
1. bertindak rasional,
2. berdisiplin tinggi,
3. bekerja keras,
4. berorientasi pada kekayaan material,
5. menabung dan berinvestasi, serta
6. hemat, bersahaja dan tidak mengumbar kesenangan.

Pertanyaannya kemudian adalah seperti apa etos kerja bangsa Indonesia ini. Apakah etos kerja kita menjadi penyebab dari rapuh dan rendahnya kinerja sistem sosial, ekonomik dan kultural, yang lantas berimplikasi pada kualitas kehidupan? Ataukah etos kerja yang kita miliki sekarang ini merupakan bagian dari politik republik tercinta?

Dalam buku "Manusia Indonesia" karya Mochtar Lubis yang diterbitkan sekitar seperempat abad yang lalu, diungkapkan adanya karakteristik etos kerja tertentu yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Beberapa di antara ciri-ciri itu adalah: munafik; tidak bertanggung jawab; feodal; percaya pada takhyul; dan lemah wataknya. Beliau tidak sendirian. Sejumlah pemikir/budayawan lain menyatakan hal-hal serupa. Misalnya, ada yang menyebut bahwa bangsa Indonesia memiliki ‘budaya loyo,’ ‘budaya instan’, dan banyak lagi.

Untuk itu, agar perkembangan etos kerja bangsa Indonesia dapat berkembang, maka tidak ada salahnya bisa meniru ataupun mengikuti prinsip-prinsip yang terapkan oleh etos kerja Bushido dan etos kerja protestan.


Sumber ; http://de-kill.blogspot.com/2009/01/etos-kerja.html