Perilaku Konsumen
Riset Pemasaran atau Marketing Research adalah kegiatan penelitian dibidang pemasaran yang dilakukan secara sistematis mulai dari perumusan masalah, tujuan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data dan interprestasi hasil penelitian. semuanya ini ditujukan untuk masukan pihak manajemen dalam rangka identifikasi masalah dan pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah.
Para peneliti biasanya memulai penelitian mereka dengan memeriksa data sekunder untuk melihat apakah masalah mereka dapat diselesaikan sebagian atau seluruhnya tanpa pengumpulan data primer yang memerlukan biaya tinggi. Data sekunder merupakan suatu titik awal riset dan memberikan keunggulan dalam hal biaya yang rendah serta tersedia segera.
Internet sekarang merupakan gudang informasi terbesar yang pernah dilihat oleh dunia. Dalam waktu sangat singkat Web menjadi alat yang penting bagi para profesional penjualan dan pemasaran untuk mengakses informasi kompetitif atau melakukan prinsip demografi, serta pelanggan. Perhatikan Memo pemasaran “Sumber data sekunder On-line” untuk direktorimini dari situs dimana anda dapat melakukan riset pemasaran gratis / murah.
Bila data yang diperlukan oleh peneliti tidak tersedia, ketinggalan zaman, tidak akurat, tidak dapat diandalkan, peneliti harus mengumpulkan data primer. Prosedur normalnya adalah mengadakan wawancara dengan sejumlah orang secara individual dan atau dalam kelompok untuk memperoleh pengertian awal tentang bagaimana perasaan oran tersebut terhadap topik yang ditanyakan dan kemudian mengembangkan instrument riset formal, memastikan kebenarannya, dan membawa kelapangan.
Bila disimpan dan digunakan dengan benar, data yang dikumpulkan dilapangan dapat menjadi tulang punggung kampanye pemasaran berikutnya. Pemasar langsung seperti pecinta kaset, perusahaan kartu kredit, dan perusahaan yang menjual melalui katalog sudah lama memahami kekuatan pemasaran yang berdasarkan basis data.
• Data base pelanggan atau calon pelanggan adalah sekumpulan data komprehensip yang teroganisir tentang pelanggan individual, prospek, atau orang-orang yang “dicurigai“ yang terbaru, mudah diakses dan dapat ditindaklanjuti untuk tujuan pemasaran, misalnya petunjuk untuk produksi, petunjuk kualifikasi, penjualan barang dan jasa, atau memelihara hubungan dengan pelanggan.
Beberapa teknik yang semakin populer adalah penggudangan data (data warehousing) dan penggalian data (data mining), tetapi hal itu juga bukan tanpa resiko. Lihat kotak untuk pemasaran milenium “perusahaan-perusahaan beralih ke penggudangan data dan penggalian data : menggunakan kehati-hatian” pendekatan riset. Data primer dapat dikumpulkan dengan 4 cara: observasi, kelompok pengamatan, survei, data perilaku, dan eksperimen.
Riset observasi: data segardapat dikumpulkan dengan mengamati pelaku dan keadaan yang relevan. Para peneliti dari american airlines dapat berkeliaran disekitar bandara, kantor perusahaan penerbangan, dan agen perjalanan untuk mendengarkan bagaimana pembicaraan penumpang mengenai berbagai perusahaan penerbangan. Para peneliti dapat melakukan penerbangan didalam pesawat american airlines dan pesawat pesaingnya untuk mengamati kualitas pelayanan penerbangannya. Riset yang bersifat eksplorasi itu mungkin menghasilkan beberapa hipotesis yang bermanfaat tentang bagaimana penumpang memilih perusahaan penerbangan.
Riset kelompok pengamatan (focus-groups research) : sebuah kelompok pengamatan adalahkumpulan dari 6 sampai 10 orang yang diundang untuk menghabiskan waktu beberapa jam bersama dengan seorang moderator terlatih untuk membahas suatu produk, jasa, organisasi, atau satuan pemasaran lainnya. Moderator itu haruslah obyektif, mempunyai pengetahuan atas persoalan yang dibahas, dan ahli dalam hal dinamika kelompok dan perilaku pelanggan. Para peserta biasnya dibayar atas kehadirannya. Pertemuan itu umumnya diadakan di lingkungan yang menyenangkan.
Riset survei : survei paling sesuai untuk riset deskriptif. Perusahaan-perusahaan mengadakan survei untuk mempelajari pengetahuan, keyakinan, preferensi, kepuasan masyarakat dan untuk mengukur jumlahnya secara umum.
Data perilaku : para pelanggan meninggalkan jejak prilaku pembelian mereka didata scanning toko, catatan pembelian katalog dan database pelanggan. Banyak yang dapat dipelajari dengan menganalisis data itu. Pembelian aktual pelanggan mencerminkan ungkapan preferensi dan sering lebih handal dibandingkan pernyataan-pernyataan yang mereka sampaikan kepada periset pemasaran.
Riset eksperimen : riset yang paling sahih secara ilmiah adalah riset eksperimen. Maksud riset eksperimen adalah untuk menangkap hubungan sebab akibat dengan menghilangkan penjelasan yang semrawut tentang hasil pengamatan. Sejauh bahwa rancangan dan pelaksanaan eksperimen menghilangkan hipotesisalternatif yang mungkin menjelaskan hasil, manajer riset dan pemasaran dapat memiliki keyakinan terhadap konklusi. Riset itu menuntut penyeleksian kelompok subyek yang cocok, menundukkan kedalam perlakuan yang berbeda, mengendalikan variabel yang tak berhubungan, dan memeriksa apakah perbedaan tanggapan itu diamati secara statistik signifikan. Sejauh faktor-faktor yang tidak ada hubunganitu dihilangkan atau dikendalikan efek efek yang teramati dapat dihubungkan dengan variasi perlakuan.
Instrumen riset. Para peneliti pemasaran memiliki 2 pilihan instrumen riset dalam mengumpulkan data primer : kuesioner dan instrumen mekanis.
Kuesioner : sebuah kuesioner terdiri dari sekumpulan pertanyaan yang disajikan kepada responden untuk dijawab. Karena fleksibilitasnya, kuesioner merupakan instrumen yang paling sering dipakai dalam pengumpulan data primer. Kuesioner harus dikembangkan, diuji dan disempurnakan dengan cermat sebelum diterapkan dalam skala besar.
www.angelfire.com/crazy2/moelmaxpower/modul/modul11mp.doc
Selasa, 29 Desember 2009
Citra Produk
Perilaku Konsumen
Citra merupakan suatu hal yang penting diperhatikan oleh perusahaan, apabila perusahaan memiliki citra yang baik maka produk dari perusahaan tersebut akan dapat pula diterima dengan baik dipasaran. Demikian halnya dengan citra yang dimiliki oleh produk yang dihasilkan apabila produk sebelumnya memiliki citra yang baik maka pada peluncuran produk berikutnya kemungkinan besar akan mendapat sambutan yang baik pula bagi konsumen. Kaitannya ada pada citra perusahaan yaitu Pemberian merek individual oleh perusahaan, khususnya produk jasa hanya dapat dilakukan dengan sangat terbatas, mengingat jumlah dan variasi suatu produk/ jasa yang demikian banyak, serta citra perusahaan itu sendiri merupakan penjewantahan dari merek produk/ jasa itu sendiri. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keputusan pemberian nama bagi suatu perusahaan merupakan suatu keputusan strategis karena hal tersebut merupakan keputusan pemberian merek yang akan berimplikasi pada citra perusahaan.
Menurut Martinez dan Leslie (2004) dalam jurnal, mengutip pendapat Aaker bahwa definisi brand adalah, “ a distinguishing name/or symbol (such as a logo, trademark, or package design) intended to identify the goods or services of either one seller or a group of sellers, and to differentiate those goods or services from those competitor”.
Sedangkan definisi Merek menurut American Marketing Association yang dikutip oleh Kotler & Keller (2006 ;443), bahwa merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau disain, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang dan jasa pesaing”
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa merek sebenarnya adalah merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat tertentu kepada konsumen, sehingga apabila janji tersebut terpenuhi maka akan berimplikasi pada baiknya citra perusahaan. Dan janji yang diberikan oleh suatu merek yang baik adalah ‘suatu jaminan bahwa apa yang dilihat oleh konsumen itulah yang akan mereka dapatkan‘ atau dengan kata lain perusahaan mendapatkan citra yang baik di mata konsumen.
Dalam era informasi sekarang ini, dimana konsumen dijejali dengan berbagai informasi, khususnya tentang produk/ jasa dalam jumlah yang banyak melalui berbagai media, seperti media cetak dan elektronik, maka upaya untuk membangun citra perusahaan menjadi semakin sulit. Banjirnya informasi tersebut bukan saja telah memberikan kepada konsumen banyak pilihan yang pada gilirannya semakin memperkuat posisi tawar - menawar konsumen, bahkan kondisi tersebut juga dapat semakin membingungkan mereka tentang produk mana yang akan dipilih. Dalam kondisi persaingan yang keras seperti ini, maka peranan merek yang kuat akan semakin penting bagi suatu produk dalam memenangkan persaingan.
Merek yang kuat adalah merek yang memiliki equitas merek (brand equity) yang tinggi, Menurut Martinez dan Leslie (2004) dalam jurnal, bahwa ekuitas merek adalah “seperangkat asset (dan liabilities) yang berkaitan dengan simbol dan nama suatu merek yang menambah (atau mengurangi) nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan perusahaan.” Penulis lain, Kim dan Jeong (2003) dalam jurnal, berpendapat bahwa kita harus membedakan antara brand equity dengan brand identity.
http://marketing-teori.blogspot.com/2007/04/citra-perusahaan.html
Citra merupakan suatu hal yang penting diperhatikan oleh perusahaan, apabila perusahaan memiliki citra yang baik maka produk dari perusahaan tersebut akan dapat pula diterima dengan baik dipasaran. Demikian halnya dengan citra yang dimiliki oleh produk yang dihasilkan apabila produk sebelumnya memiliki citra yang baik maka pada peluncuran produk berikutnya kemungkinan besar akan mendapat sambutan yang baik pula bagi konsumen. Kaitannya ada pada citra perusahaan yaitu Pemberian merek individual oleh perusahaan, khususnya produk jasa hanya dapat dilakukan dengan sangat terbatas, mengingat jumlah dan variasi suatu produk/ jasa yang demikian banyak, serta citra perusahaan itu sendiri merupakan penjewantahan dari merek produk/ jasa itu sendiri. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keputusan pemberian nama bagi suatu perusahaan merupakan suatu keputusan strategis karena hal tersebut merupakan keputusan pemberian merek yang akan berimplikasi pada citra perusahaan.
Menurut Martinez dan Leslie (2004) dalam jurnal, mengutip pendapat Aaker bahwa definisi brand adalah, “ a distinguishing name/or symbol (such as a logo, trademark, or package design) intended to identify the goods or services of either one seller or a group of sellers, and to differentiate those goods or services from those competitor”.
Sedangkan definisi Merek menurut American Marketing Association yang dikutip oleh Kotler & Keller (2006 ;443), bahwa merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau disain, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang dan jasa pesaing”
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa merek sebenarnya adalah merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat tertentu kepada konsumen, sehingga apabila janji tersebut terpenuhi maka akan berimplikasi pada baiknya citra perusahaan. Dan janji yang diberikan oleh suatu merek yang baik adalah ‘suatu jaminan bahwa apa yang dilihat oleh konsumen itulah yang akan mereka dapatkan‘ atau dengan kata lain perusahaan mendapatkan citra yang baik di mata konsumen.
Dalam era informasi sekarang ini, dimana konsumen dijejali dengan berbagai informasi, khususnya tentang produk/ jasa dalam jumlah yang banyak melalui berbagai media, seperti media cetak dan elektronik, maka upaya untuk membangun citra perusahaan menjadi semakin sulit. Banjirnya informasi tersebut bukan saja telah memberikan kepada konsumen banyak pilihan yang pada gilirannya semakin memperkuat posisi tawar - menawar konsumen, bahkan kondisi tersebut juga dapat semakin membingungkan mereka tentang produk mana yang akan dipilih. Dalam kondisi persaingan yang keras seperti ini, maka peranan merek yang kuat akan semakin penting bagi suatu produk dalam memenangkan persaingan.
Merek yang kuat adalah merek yang memiliki equitas merek (brand equity) yang tinggi, Menurut Martinez dan Leslie (2004) dalam jurnal, bahwa ekuitas merek adalah “seperangkat asset (dan liabilities) yang berkaitan dengan simbol dan nama suatu merek yang menambah (atau mengurangi) nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan perusahaan.” Penulis lain, Kim dan Jeong (2003) dalam jurnal, berpendapat bahwa kita harus membedakan antara brand equity dengan brand identity.
http://marketing-teori.blogspot.com/2007/04/citra-perusahaan.html
Persepsi Konsumen
Perilaku Konsumen
Persepsi konsumen adalah proses dimana seseorang mengorganisir dan
mengartikan kesan dari panca indera dalam tujuan untuk memberi arti dalam
lingkungan mereka (Robbins, 1998, p.90). Persepsi konsumen ini sangat penting
dipelajari karena perilaku konsumen didasarkan oleh persepsi mereka tentang apa
itu kenyataan dan bukan kenyataan itu sendiri.
Schifmann dan kanuk (2000) menyebutkan bahwa persepsi adalah cara orang memandang didunia ini. Dari definisi yang umum dapat dilihat bahwa persepsi seseorang akan berbeda dari yang lain.cara memandang dunia sudah pasti dipengaruhi oleh sesuatu dari dalam maupun luar orang itu.
Solomon (1999) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana sensasi yang diterima oleh seseorang dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan diinterpretasikan. Untuk memahami definisi ini, pertama harus diketahui dulu apa yang dimaksud dengan sensasi. Sensasi datang dan diterima oleh manusia melalui panca indra. Input sensorik atau sensasi yang diterima oleh system sensorik manusia disebut juga dengan stimulus. Stimulus ini membangkitkan pengalaman sensorik orang tersebut dalam menggunakan produk serupa, maka walaupun sia tidak bisa membaui wewangian yang ada diiklan, dia ingat wewangian yang dipakai pacarnya dan juga kelembutan rambutnya yang digerai, sensasi yang pernah dialami pada waktu pertemuan dengan sang pacar diminggu yang lalu.
Dapat disimpulkan bahwa ada faktor-faktor yang mempengarui pembentukan persepsi orang. Faktor-faktor itu adalah:
Faktor internal
* pengalaman
* kebutuhan saat itu
* nilai-nilai yang dianut
* ekspektasi/pengharapanya
faktor eksternal
* tampakan produk
* sifat-sifat stimulus
* situasi lingkungan
jadi, raksi indivisu terhadap suatu stimulus akan sesuai dengan pandanganya terhadap dunia ini terhadap realitas yang dibentuk dari faktor-faktor di atas.
Dinamika Persepsi
Stimulus mana yang akan lulus seleksi oleh seorang individu tergantung pada :
1. Sifat-sifat stimulus, stimulus pemasaran termaksud cirri-ciri produk, atribut-atributnya, rancangan kemasan, nama merk dan iklan.faktor stimulus yang paling penting persepsi konsumen adalah :
* Contrast, merupakan atribut yang paling kuat. Contrast menguatkan persepsi dengan menonjolkan perbedaan intensitas stimulus itu. Jadi konsumen menerima stimulus yang berhubungan dengan konteksnya. Hal ini mendasari prinsip sosok dan latar (figure and ground). Konsumen mempersepsi suatu sosok dalam konteksnya dengan latar. Prinsip sosok dan latar dalam iklan dikatakan gagal bila konsumen ingat pernah melihat iklan tersebut tetapi tidak dapat menyebabkan nama produknya. Mana yang sebenernya berfungsi sebagai sosok dan yang mana latar?
* Closure, pengetahuan adalah kecenderungan orang untuk mengisi, secara persepsi, bagian yang hilang dari stimulusyang tidak lengkap.
* Proximity, menurut prinsip kedekatan, benda atau artikel yang berdekatan satu sama lain dalam wawasan waktu maupun ruang akan di presepsi sebagai bagian-bagian yang berhubungan dari suatu pola atau konfigurasi.
* Similarity, dalam suatu konglomerasi stimulus, orang akan mempersepsi objek-objek yang kelihatan sama menjadi satu kelompok. Ada kecenderungan konsumen tidak mengelompokan produk-produk karena kemasan warna, kemasan, dan bahkan pada penempatan rak.
* Ukuran, warna, posisi, dan usia dari stimulus itu. Ukuran, warna, dan posisi produk dalam stimulusatau dalam hal ini iklan harus sesuai dengan positioning produk; sedangkan stimulus yang baru tentu saja akan lebih menarik perhatian dari pada yang sudah usai.
2. Expectation (harapan) konsumen. Orang biasanya mempunyai harapan tentang apapun yang dihadapi, baik produk maupun orang. Harapan ini di bentuk dari pengalaman sebelumnya dari informasi yang dia proleh melalui mendia masa dan dari kenalannya atau juga apa yang dia lihat, di raba dan di dengar saat itu. Itulah sebabnya pemirsa selalu disuguhi dengan preview film yang bakan ditayangkan di TV, peserta seminar selalu di beri informasi data pribadi dan pendidikan si pembicara, bahkan produkpun diberi kemasan dengan bahan, warna dan gambar tertentu. Semua itu merupakan suatu yang mengkondisikan prospek untuk membentuk expektasi. Expektasi konsumen terhadap sirup yang berwarna merah pastilah sirup dengan rasa rosen atau frambos, dan pasti bukan rasa jeruk. Sampo yang transparan membentuk expektasi tentang kemurnian dan kebersihan.
3. Motive. Motive adalah dorongan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan ini orang lebih memperhatika sesuatu yang menurut dia dapat memenuhi kebutuhan. Orang cenderung memasukan stimulus yang cocok dengan mitifnya ke dalam persepsi. Semakin kuat kebutuhan, semakin besar kecenderungan untuk mengabaikan stimulus yang tidak ada hubungannya dengan kebutuhan itu. Orang yang membutuhkan mobil akan tertarik pada iklan-iklan mobil, informasi tentang mobil, majalah atau tabloid otomotif, dan mengabaikan iklan dan informasi yang lain. Sebaliknya, orang yang memiliki motif melindungi diri, tidak akan bergeming dengan iklan rokok semenarik apapun, tetapi dia justru sangat tertarik pada keterangan tentang kandungan nutrisi pada kemasan makanan.
http://muslihun-muslihun.blogspot.com/2009/12/persepsi-konsumen.html
Persepsi konsumen adalah proses dimana seseorang mengorganisir dan
mengartikan kesan dari panca indera dalam tujuan untuk memberi arti dalam
lingkungan mereka (Robbins, 1998, p.90). Persepsi konsumen ini sangat penting
dipelajari karena perilaku konsumen didasarkan oleh persepsi mereka tentang apa
itu kenyataan dan bukan kenyataan itu sendiri.
Schifmann dan kanuk (2000) menyebutkan bahwa persepsi adalah cara orang memandang didunia ini. Dari definisi yang umum dapat dilihat bahwa persepsi seseorang akan berbeda dari yang lain.cara memandang dunia sudah pasti dipengaruhi oleh sesuatu dari dalam maupun luar orang itu.
Solomon (1999) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana sensasi yang diterima oleh seseorang dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan diinterpretasikan. Untuk memahami definisi ini, pertama harus diketahui dulu apa yang dimaksud dengan sensasi. Sensasi datang dan diterima oleh manusia melalui panca indra. Input sensorik atau sensasi yang diterima oleh system sensorik manusia disebut juga dengan stimulus. Stimulus ini membangkitkan pengalaman sensorik orang tersebut dalam menggunakan produk serupa, maka walaupun sia tidak bisa membaui wewangian yang ada diiklan, dia ingat wewangian yang dipakai pacarnya dan juga kelembutan rambutnya yang digerai, sensasi yang pernah dialami pada waktu pertemuan dengan sang pacar diminggu yang lalu.
Dapat disimpulkan bahwa ada faktor-faktor yang mempengarui pembentukan persepsi orang. Faktor-faktor itu adalah:
Faktor internal
* pengalaman
* kebutuhan saat itu
* nilai-nilai yang dianut
* ekspektasi/pengharapanya
faktor eksternal
* tampakan produk
* sifat-sifat stimulus
* situasi lingkungan
jadi, raksi indivisu terhadap suatu stimulus akan sesuai dengan pandanganya terhadap dunia ini terhadap realitas yang dibentuk dari faktor-faktor di atas.
Dinamika Persepsi
Stimulus mana yang akan lulus seleksi oleh seorang individu tergantung pada :
1. Sifat-sifat stimulus, stimulus pemasaran termaksud cirri-ciri produk, atribut-atributnya, rancangan kemasan, nama merk dan iklan.faktor stimulus yang paling penting persepsi konsumen adalah :
* Contrast, merupakan atribut yang paling kuat. Contrast menguatkan persepsi dengan menonjolkan perbedaan intensitas stimulus itu. Jadi konsumen menerima stimulus yang berhubungan dengan konteksnya. Hal ini mendasari prinsip sosok dan latar (figure and ground). Konsumen mempersepsi suatu sosok dalam konteksnya dengan latar. Prinsip sosok dan latar dalam iklan dikatakan gagal bila konsumen ingat pernah melihat iklan tersebut tetapi tidak dapat menyebabkan nama produknya. Mana yang sebenernya berfungsi sebagai sosok dan yang mana latar?
* Closure, pengetahuan adalah kecenderungan orang untuk mengisi, secara persepsi, bagian yang hilang dari stimulusyang tidak lengkap.
* Proximity, menurut prinsip kedekatan, benda atau artikel yang berdekatan satu sama lain dalam wawasan waktu maupun ruang akan di presepsi sebagai bagian-bagian yang berhubungan dari suatu pola atau konfigurasi.
* Similarity, dalam suatu konglomerasi stimulus, orang akan mempersepsi objek-objek yang kelihatan sama menjadi satu kelompok. Ada kecenderungan konsumen tidak mengelompokan produk-produk karena kemasan warna, kemasan, dan bahkan pada penempatan rak.
* Ukuran, warna, posisi, dan usia dari stimulus itu. Ukuran, warna, dan posisi produk dalam stimulusatau dalam hal ini iklan harus sesuai dengan positioning produk; sedangkan stimulus yang baru tentu saja akan lebih menarik perhatian dari pada yang sudah usai.
2. Expectation (harapan) konsumen. Orang biasanya mempunyai harapan tentang apapun yang dihadapi, baik produk maupun orang. Harapan ini di bentuk dari pengalaman sebelumnya dari informasi yang dia proleh melalui mendia masa dan dari kenalannya atau juga apa yang dia lihat, di raba dan di dengar saat itu. Itulah sebabnya pemirsa selalu disuguhi dengan preview film yang bakan ditayangkan di TV, peserta seminar selalu di beri informasi data pribadi dan pendidikan si pembicara, bahkan produkpun diberi kemasan dengan bahan, warna dan gambar tertentu. Semua itu merupakan suatu yang mengkondisikan prospek untuk membentuk expektasi. Expektasi konsumen terhadap sirup yang berwarna merah pastilah sirup dengan rasa rosen atau frambos, dan pasti bukan rasa jeruk. Sampo yang transparan membentuk expektasi tentang kemurnian dan kebersihan.
3. Motive. Motive adalah dorongan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan ini orang lebih memperhatika sesuatu yang menurut dia dapat memenuhi kebutuhan. Orang cenderung memasukan stimulus yang cocok dengan mitifnya ke dalam persepsi. Semakin kuat kebutuhan, semakin besar kecenderungan untuk mengabaikan stimulus yang tidak ada hubungannya dengan kebutuhan itu. Orang yang membutuhkan mobil akan tertarik pada iklan-iklan mobil, informasi tentang mobil, majalah atau tabloid otomotif, dan mengabaikan iklan dan informasi yang lain. Sebaliknya, orang yang memiliki motif melindungi diri, tidak akan bergeming dengan iklan rokok semenarik apapun, tetapi dia justru sangat tertarik pada keterangan tentang kandungan nutrisi pada kemasan makanan.
http://muslihun-muslihun.blogspot.com/2009/12/persepsi-konsumen.html
Langganan:
Postingan (Atom)